Sabtu, 17 Januari 2009

Written by Eyang Putri
Wednesday, 06 June 2007
“Bendera merah putih, bendera tanah airku, gagah dan jernih tampak warnamu, berkibaran dilangit yang biru, bendera merah putih. Bendera bangsaku"

Horeeee . . . nyaring suara kedua cucuku menyanyikan lagu "Bendera Merah Putih" setiap kali melihat bendera merah putih berkibaran di tepi jalan atau di kantor-kantor pemerintah. Ini bisa terjadi berulang kali di saat kami dalam sebuah perjalanan.

Senang melihat proses belajar dan homeschooling yang tak hanya dilakukan di rumah, tapi bisa dilakukan di mana saja, termasuk dalam perjalanan. Sambil ngobrol dan di perjalanan, aku bisa bercerita kepada Yudhis dan Tata mengenai tanah air mereka, negara mereka, Negara Indonesia.

Mampukah aku menimbulkan rasa cinta tanah air kepada kedua cucu-cucuku? Zaman orang tua kita dulu, rasa cinta pada tanah air terwujud dengan sendirinya karena ada rasa kebersamaan dalam membela tanah air dari cengkeraman penjajahan. Kalau masa kini, apa yang harus kita perbuat?
Mungkinkah sebuah lagu membuat mereka mengenal dan mencintai tanah airnya ?

“Padamu neg’ri, kami berjanji, padamu neg’ri kami berbakti, padamu neg’ri kami mengabdi, bagimu neg’ri jiwa raga ... kami. . . “

Yudhis dan Tata menyanyi lagi, mereka sudah hafal beberapa lagu perjuangan. Aku bersyukur Yudhis dan Tata senang menyanyi. Apalagi si kecil Tata, kalau nyanyi lagu ini dengan gayanya yang penuh perasaan dan matanya sampai merem-merem.

“Apa nama tanah air Yudhis?"
“Indonesia !!” jawab Yudhis.

“Apa warna bendera Indonesia?”
“Merah Putih”

"Ada berapa pulau besar di Indonesia ?
“ Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua . . “

Waah? Cukupkah pertanyaan itu? Aku pun menjelaskan kepada mereka bahwa di Indonesia ini terdiri dari bermacam-macam suku. Ada orang Jawa, Aceh, Padang, Sunda, Dayak, Madura, Ambon, Manado, Bali, Papua dan seterusnya.

“Aku orang apa Eyang Putri ??” tanya Yudhis,

“Karena eyang-eyangmu ada Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat jadi namanya suku jawa. Tapi kamu itu bangsa Indonesia”
“Jadi aku ini bangsa Jawa atau bangsa Indonesia?” Yudhis terus mengejar dengan pertanyaan.

Aku mulai memperjelas lagi “Kalau suku, kamu suku Jawa. Tapi kalau bangsa, kamu bangsa Indonesia.”

Di lain waktu, dengan peta aku bisa menunjukkan betapa luasnya Tanah air Indonesia kepada Yudhis dan Tata.

“Katakan Yudhis, 'Aku anak Indonesia!'” aku mengatakan kepadanya.

“Aku anak Indonesia!!” teriak Yudhis, “Aku anak Indonesia . .!!” Tata ikut-ikutan. he..he.. seru deh suasana jadinya dengan teriakan mereka.



Saat ini, aku merasa harus memperkenalkan Indonesia kepada cucu-cucuku seperti halnya dulu aku memperkenalkan kepada kedua anak-anakku Lala dan Andito.

Dulu, aku sering menerima anak-anak dari berbagai suku bermalam di rumahku. Biasanya mahasiswa yang kebetulan di masa libur tidak bisa pulang kampung. Mereka bisa dari suku Papua, Timor, Sulawesi sampai ke Padang dan Aceh. Proses itu berjalan dari tahun ke tahun dari anak-anak masih kecil sampai anak-anak menjadi dewasa. Mereka bergaul, ngobrol, belajar, bernyanyi bersama, makan bersama.

Dari proses ini, anak-anakku kuperkenalkan bahwa Indonesia isinya bukan hanya orang Jawa. Dengan peta, aku juga menunjukkan di mana kampung halaman mereka. Tidak itu saja, aku menata rumahku saat itu penuh dengan benda etnik-etnik dari berbagai suku. Jadi ibaratnya, saat mereka terbangun dari tidurnya, mereka sudah terbiasa dengan keragaman benda-benda tersebut. Mereka menjadi akrab dan mengetahui betapa luar biasa kekayaan aneka ragam hias dari suku-suku di Indonesia. Suku-suku itu mempunyai bahasa masing-masing, tapi disatukan dengan bahasa Indonesia. Suku-suku itu mempunyai adat istiadat dan agama masing-masing, tapi saling menghormati.

Untuk melengkapi ceritaku, aku dulu mengajak Lala dan Andito kecil mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di sana ada danau yang dibuat khusus, seolah-olah sebuah lautan luas dan tersebar pulau-pulau buatan berbentuk kepulauan Indonesia dalam ukuran kecil. Untuk memudahkan menikmatinya, mereka naik kereta kabel. Dari atas mereka melongok ke bawah dan berteriak menyebutkan nama-nama pulau yang sudah mereka ketahui, seperti sedang melihat peta Indonesia di rumah.

“Itu Sumatera . . itu Kalimantan . . Itu Sulawesi . . Itu Jawa . . waah pulau Balinya kecil amat . . “ begitulah mereka berceloteh tentang pulau-pulau yang mereka lihat sambil rekreasi.

Selanjutnya, mereka melihat anjungan yang mereka pilih. Mereka bisa melihat keragaman bentuk rumah-rumah adat. Mereka bangga jadi anak Indonesia.

Kini Lala dan Andito sudah berkeluarga. Aku mulai melihat rasa cinta mereka tersebut saat ini, salah satunya Lala dan suaminya Aar kini sedang serius menulis dan menangani Homeschooling. "Kalau kita ingin melihat negeri ini maju, kita harus berani merubah sistem pendidikannya,“ kata Aar. Proses sedang bergulir, semoga biar sedikit demi cintanya kepada tanah air mereka dapat melakukan sesuatu untuk negerinya.

Mengakhiri tulisanku, aku ingin menyatakan bahwa TMII adalah warisan luar biasa untuk anak bangsa negeri ini untuk mencintai tanah air. Bayangkan berapa besar biayanya kalau kita harus berkeliling Indonesia yang begini luas. Cukup datang ke TMII, kita akan melihat banyak tentang negeri ini.

“Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia...,” kali ini aku sendiri yang menyanyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar